Minggu, 04 November 2012

Dampak Pembangunan Arsitektur - Permasalahan Pasca Huni

Lawang Sewu, Semarang

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

    
Pendataan Kerusakan Gedung Lawang Sewu
Dari pekerjaan pendataan kerusakan gedung lawang Sewu, khususnya bangunan A dan C, dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Degradasi pada kedua gedung tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu :
    1. Kerusakan (decay)
Adalah kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia atau faktor mekanik, kedua faktor tersebut banyak terdapat dalam keseluruhan bangunan. Sebagai contoh, karena kesengajaan atau ketidaktahuan manusia maka pengambilan elemen dipindahkan dari tempat aslinya sehingga menyebabkan terganggunya keaslian (otentisitas) bangunan, akibatnya terjadi kerusakan lebih lanjut. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanik adalah kerusakan yang menyebabkan bahan penyusun berubah dari kondisi aslinya (bentuk, volume dan lain-lain). Misal, pecahnya bahan penutup lantai atau keramik dinding akibat benturan, pengelupasan plester dinding oleh tangan manusia dan sebagainya.
    1. Pelapukan (deterioration)
Adalah berubahnya bahan penyusun akibat pengaruh alam, sinar matahari, angina, air laut, curah hujan dan kelembaban sehingga menyebabkan kerusakan karena melemahnya (degradasi) bahan penyusun tersebut. Misal, langit-langit pada bangunan membujur pula sebuah selasar lagi.
Selasar di lantai 2 gedung A yang terbuah dari bahan organic (kayu jati) menjadi rapuh karena penutup atap tidak rapat sehingga saat hujan air selalu membasahi kayu tersebut. Terurainya komponen dari bahan organic menyebabkan degradasi bahan penyusun sehingga mempengaruhi keindahan, volume dan berat dari bahan itu sendiri. Dari pendataan tersebut diketahui baha secara garis besar, gedung Lawang Sewu mengalami degradasi bahan penyusun disebabkan karena pelakukan yang disebabkan factor klimatologi/cuaca (dipengaruhi oleh keadaan fisik dari atmosfir pada sauatu waktu di suatu daerah). Keadaan atmosfir ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : Suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan serta arah dan kecepatan angin.
  1. Secara arkeologi, temuan-temuan penyebab kerusakan berdasarkan artefak dan matriks dapat dijadikan bukti kuat bahwa sistem teknologi pada waktu itu menjadi salah satu cirri kebudayaan wal abad 20 di Indonesia.
  2. Berdasarkan referensi dengan cara meletakkan arkeologi sejarah (historical archeology) pada kontels pembangunan gedung Lawang Sewu, dapat diketahui urutan pembangunannya, teknologi yang dipakai, sistem management yang dilakukan yang sanggup menjawab bagaimana bangunan yang telah berusia lebih dari satu abad dapat bertahan dengan amat baik.
  3. Secara arsitektural, dapat dikatakan semua prinsip perancangan masih utuh, missal: belum terjadi perubahan proporsi akibat peninggian tanah. Namun secara detail, sudah cukup banyak kehilangan otentisitas, missal lengkung depan atas bekas symbol bintang saat dipakai untuk keperluan militer, sebelumnya adalah hiasan yang terbuat dari tembikar, pecahnya kata patri di bagian tertentu, hilangnya daun pintu, hilangnya daun jendela, ditutupnya dinding dengan dinding baru, hilangnya beberapa grendel, slot pintu, engsel serta aksesoris lainnya, hilangnya kayu-kayu konstruksi.
  4. Cukup banyak ditemui kerusakan yang disebabkan oleh manusia, hal ini tentu bias disebut kerusakan terstruktur karena munculnya kerusakan tersebut disebabkan secara struktural: pemilik bangunan, pemerintah kota serta masyarakat yang kurang peduli terhadap bangunan bersejarah tersebut. Hal ini merupakan penyebab kerusakan yang harus segera diatasi. Maka diperlukan management tersendiri untuk mencegah tindakan kerusakan, misal :
    1. memberikan petunjuk dan peringatan yang disertai dengan upaya pemahaman akan arti penting nilai dan makna dari sebuah gedung Lawang Sewu.
    2. Meningkatkan kesadaran masyarakat (baik pemilik maupun pengguna) tentang fungsi dan guna bangunan bersejarah. Dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan akselerasi pemahaman kebudayaan secara komprehensif.
    3. Melalui unit terkait melakukan tindakan penyelamatan baik secara teknis maupun non teknis. 
Sumber : 
http://shie-arch.blogspot.com/2012/06/konservasi-arsitektur.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar