Konservasi Arsitektur - Museum KAA Bandung
Peta Lokasi Museum KAA Bandung
SEJARAH MUSEUM KAA BANDUNG
Gedung Merdeka pada 1955
Pada
saat itu bangunan ini bernama SOCITEIT CONCORDIA dipergunakan sebagai
tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di
kota Bandung dan sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan,
perwira, pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada
hari libur, terutama malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk
menonton pertunjukan kesenian, makan malam.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat kebudayaan.
Pada
masa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus
1945 gedung ini digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna
menghadapi tentara Jepang yang pada waktu itu enggan menyerahkan
kekuasaannya kepada Indonesia. Setelah
pemerintahan Indonesia mulai terbentuk (1946 - 1950) yang ditandai oleh
adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa
Barat, Gedung Concordia dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum.
disini biasa diselenggarakan pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan
pertemuan umum lainnya.
Dengan
keputusan pemerintah Republik Indonesia (1954) yang menetapkan Kota
Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Concordia
terpilih sebagai tempat konferensi tersebut. Pada saat itu Gedung
Concordia adalah gedung tempat pertemuan yang paling besar dan paling
megah di Kota Bandung . Dan lokasi nya pun sangat strategis di
tengah-tengah Kota Bandung serta dan dekat dengan hotel terbaik di kota
ini, yaitu Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger. Dan
mulai awal tahun 1955 Gedung ini dipugar dan disesuaikan kebutuhannya
sebagai tempat konferensi bertaraf International, dan pembangunannya
ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat yang dimpimpin
oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan pelaksana pemugarannya adalah : 1)
Biro Ksatria, di bawah pimpinan R. Machdar Prawiradilaga 2) PT. Alico,
di bawah pimpinan M.J. Ali 3) PT. AIA, di bawah pimpinan R.M. Madyono.
Setelah
terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum
tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung Konstituante. Karena
Konstituante dipandang gagal dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu
menetapkan dasar negara dan undang-undang dasar negara, maka
Konstituante itu dibubarkan oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Selanjutnya, Gedung Merdeka dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang
Nasional dan kemudian menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) yang terbentuk tahun 1960. Meskipun fungsi Gedung
Merdeka berubah-ubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan yang
dialami dalam perjuangan mempertahankan, menata, dan mengisi kemerdekaan
Republik Indonesia , nama Gedung Merdeka tetap terpancang pada bagian
muka gedung tersebut.
Pada
tahun 1965 di Gedung Merdeka dilangsungkan Konferensi Islam Asia
Afrika. Pada tahun 1971 kegiatan MPRS di Gedung Merdeka seluruhnya
dialihkan ke Jakarta . Setelah meletus pemberontakan G30S/ PKI, Gedung
Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut
dijadikan sebagai tempat tahanan politik G30S/ PKI. Pada bulan Juli
1966, pemeliharaan Gedung Merdeka diserahkan oleh pemerintah pusat
kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, yang selanjutnya
oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat diserahkan lagi
pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.
Tiga tahun kemudian, tanggal 6 Juli 1968, pimpinan MPRS di Jakarta
mengubah surat keputusan mengenai Gedung Merdeka (bekas Gedung MPRS)
dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induknya,
sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang
Gedung Merdeka masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS.
Pada
Maret 1980 Gedung ini kembali dipercayakan menjadi tempat peringatan
Konferensi Asia Afrika yang ke-25 dan pada Puncak peringatannya
diresmikan Museum Konferensi Asia Afrika oleh Soeharto Presiden Republik
Indonesia – 2.
Ruang Konferensi di gedung Merdeka pada 2010
ARSITEKTUR GEDUNG KAA
Bangunan
ini dirancang oleh Van Gallen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya
adalah Guru Besar pada Technische Hogeschool (Sekolah Teknik Tinggi),
yaitu ITB sekarang, dua arsitektur Belanda yang terkenal pada masa itu,
Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah ini
terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang
mengkilap, ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari
kayu cikenhout, sedangkan untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias
kristal yang tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas
7.500 m2.
Nuansa Arc deco pada gedung KAA
RUANG LINGKUP MUSEUM KAA BANDUNG
1. PAMERAN TETAP
Museum Konperensi Asia Afrika memiliki ruang pameran tetap yang memamerkan sejumlah koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto dokumenter peristiwa Pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Selain itu dipamerkan juga foto-foto mengenai :
Museum Konperensi Asia Afrika memiliki ruang pameran tetap yang memamerkan sejumlah koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto dokumenter peristiwa Pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Selain itu dipamerkan juga foto-foto mengenai :
- Peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Konferensi Asia Afrika;
- Dampak Konferensi Asia Afrika bagi dunia internasional;
- Gedung Merdeka dari masa ke masa;
- Profil negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika yang dimuat dalam multimedia.
Dalam
rangka menyambut kunjungan Delegasi Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan
Nonblok tahun 1992 di mana Indonesia terpilih sebagai tempat konferensi
tersebut dan menjadi Ketua Gerakan Nonblok, dibuatlah diorama yang
menggambarkan situasi pembukaan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.
Penataan kembali Ruang Pameran Tetap “Sejarah Konperensi Asia Afrika 1955”
Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika 1955 pada 22 – 24 April 2005, tata pameran Museum Konperensi Asia Afrika direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan Wirajuda. Penataan kembali Museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar Negeri dengan Sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vico Design dan Wika Realty.
Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika 1955 pada 22 – 24 April 2005, tata pameran Museum Konperensi Asia Afrika direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan Wirajuda. Penataan kembali Museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar Negeri dengan Sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vico Design dan Wika Realty.
Rencana
Pembuatan Ruang Pameran Tetap “Sejarah Perjuangan Asia Afrika” dan
Ruang Identitas Nasional Negara-negara Asia Afrika (2008)
Departemen Luar Negeri RI mempunyai rencana untuk mengembangkan Museum Konperensi Asia Afrika sebagai simbol kerja sama dua kawasan dan menjadikannya sebagai pusat kajian, pusat arsip, dan pusat dokumentasi. Salah satu upayanya adalah dengan menambah beberapa ruang pameran tetap, yang memamerkan sejumlah foto dan benda tiga dimensi mengenai Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (New Asian African Strategic Partnership/NAASP) serta berbagai materi yang menggambarkan budaya dari masing-masing negara di kedua kawasan tersebut.
Departemen Luar Negeri RI mempunyai rencana untuk mengembangkan Museum Konperensi Asia Afrika sebagai simbol kerja sama dua kawasan dan menjadikannya sebagai pusat kajian, pusat arsip, dan pusat dokumentasi. Salah satu upayanya adalah dengan menambah beberapa ruang pameran tetap, yang memamerkan sejumlah foto dan benda tiga dimensi mengenai Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (New Asian African Strategic Partnership/NAASP) serta berbagai materi yang menggambarkan budaya dari masing-masing negara di kedua kawasan tersebut.
Pengembangan
museum ini direncanakan terwujud pada April 2008, bertepatan dengan
Peringatan tiga tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika.
2. PERPUSTAKAAN
Untuk menunjang kegiatan Museum Konperensi Asia Afrika, pada 1985 Abdullah Kamil (pada waktu itu Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London) memprakarsai dibuatnya sebuah perpustakaan.
Untuk menunjang kegiatan Museum Konperensi Asia Afrika, pada 1985 Abdullah Kamil (pada waktu itu Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di London) memprakarsai dibuatnya sebuah perpustakaan.
Perpustakaan
ini memiliki sejumlah buku mengenai sejarah, sosial, politik, dan
budaya Negara-negara Asia Afrika, dan negara-negara lainnya;
dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia Afrika dan
konferensi-konferensi lanjutannya; serta majalah dan surat kabar yang
bersumber dari sumbangan/hibah dan pembelian.
Bersamaan
dengan akan diperluasnya ruang pameran tetap Museum Konperensi Asia
Afrika pada April 2008, perpustakaan pun akan dikembangkan sebagai pusat
perpustakaan Asia Afrika yang proses pengerjaannya dimulai pada 2007.
Perpustakaan ini diharapkan akan menjadi sumber informasi utama mengenai
dua kawasan tersebut, yang menyediakan berbagai fasilitas seperti zona
wifi, bookshop café, digital library, dan audio visual library.
3. AUDIO VISUAL
Seperti juga perpustakaan, ruang audio visual dibuat pada 1985. Keberadaan ruang ini juga diprakarsai oleh Abdullah Kamil.
Seperti juga perpustakaan, ruang audio visual dibuat pada 1985. Keberadaan ruang ini juga diprakarsai oleh Abdullah Kamil.
Ruangan
ini menjadi sarana untuk penayangan film-film dokumenter mengenai
kondisi dunia hingga tahun 1950-an, Konferensi Asia Afrika dan
konferensi-konferensi lanjutannya, serta film-film mengenai kondisi
sosial, politik, dan budaya dari negara-negara di kedua kawasan
tersebut.
Denah Museum KAA
TAHAP PEMUGARAN
Museum
KAA diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980, sebagai
puncak peringatan 25 tahun KAA. Saat ini Museum KAA berada di bawah
Kementerian Luar Negeri, menjadi UPT dari Direktorat Diplomasi Publik. Museum
KAA menempati Gedung Merdeka, yang hingga saat ini menjadi milik
DPR/MPR, dan berada di bawah pengawasan Sekretariat Negara. Pengelolaan
gedung tersebut di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Museum
KAA memamerkan sejumlah koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan
foto-foto dokumenter peristiwa pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo,
Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.
Gedung KAA pada masa kini
Sumber :
Wikipedia
www.museumku.wordpress.com